Mitos Gunung Srandil
Seiring dengan perkembangan jaman saat ini, kita sering terperdaya dengan
dampak-dampak tertentu. Perkembangan suatu zaman jelas tidak akan pernah lepas
dengan perkembangan imajinasi manusia. Kita sebagai manusia, yang dikodratkan
menjadi makhluk paling sempurna, alangkah bijaksananya apabila mau berimajinasi
dari A sampai Z, artinya: mulai dari proses terjadinya alam semesta serta
perobahan dari zaman ke zaman hingga kini kita berada pada zaman yang sedang
kita hadapi.Sejauh
pengetahuan penulis, mitos adalah: cerita
lama yang boleh dipercaya dan boleh tidak. Dalam karya ini, sama sekali
tidak ada arus penekanan kepercayaan, percaya atau keharusan untuk mempercayai.
Menurut penulis, kepercayaan itu telah ada dan berada jauh sebelum kita-kita
terlahir ke dunia. Kepercayaan telah ada dan tertanam oleh Tuhan, kepada setiap
insan seiring dengan awal diciptakannya makhluk-makhluk Tuhan. Kepercayaan akan
selalu berkembang pada tiap-tiap insan sesuai dengan situasi naluri yang
dikehendaki Tuhan, hingga berada di lubuk-lubuk yang sangat dalam, sampai tidak
ada yang lebih dalam. Oleh sebab itu, banyak kalangan mengatakan pada
hakekatnya kepercayaan yang sesungguhnya, tidak akan pernah goyah walau badai
menerjang dan harimau menerkam. Atas dasar itulah, perkenankan penulis
mengawali pemaparan yang belum pernah terpaparkan yaitu MITOS GUNUNG SRANDIL
DAN SELOK dalam Karya Buku ini.
Berbicara mengenai daya imajinasi secara lahir batin, tentu saja kita
akan mengenal beberapa bagian dari ilmu, diantaranya; Ilmu Matematika (Ilmu
Pasti), dan Ilmu Metafisika (Ilmu Tidak Pasti). Ilmu Matematika mempelajari
kepastian secara lahiriah sedangkan Ilmu Metafisika mempelajari kepastian
secara batiniah. Karena Ilmu Metafisika
mempelajari kepastian secara bantiniah, sedangkan batin adalah abstrak adanya,
maka ilmu metafisika sangat erat dengan Ketuhanan atau cenderung mempelajari
tentang keagungan dan kekuasan Tuhan, Sang Pencipta Alam. Berkaitan dengan
mitos Gunung Srandil, sungguh sangat
erat kaitannya dengan ilmu metafisika.
Pengetahuan mitos Gunung Srandil, tidak jauh daya imajinasi pembaca, saya
ajak mengenal kembali sejarah kerajaan MAJAPAHIT,
dari Dinasti Majapahit kita akan tahu Raja Brawijaya Ke I hingga Raja Brawijaya
Ke V atau yang terakhir. Ada, tumbuh, berkembang, berubah dan musnah, adalah
salah satu bagian dari hukum alam yang penuh kepastian. Dinasti Majapahit telah
mencatat negara kesatuan atau negara nasional ke II di nusantara setelah
kerajaan SRIWIJAYA, kejayaan
kerajaan Majapahit yaitu, pada masa
pemerintahan raja Brahwijaya Ke-3 ( Tiga ), yang dikenal dengan julukan Prabu
Hayam Wuruk dengan Gelarnya : Sri Baginda Rajasa Negara. Pada saat
itulah dikenal pula seorang Patih dan sekaligus panglima perangnya,
sebagai negarawan yang gagah, gigih, dan perkasa, dalam memper juangkan wilayah
serta kesejahteraan rakyatnya yaitu : PATIH GAJAH MADA.
Patih Gajah Mada bertujuan sangat luhur, Sang Patih akan mewujudkan kesejahteraan (Keadilan Sosial), yang sangat
sejahtera (Seadil-Adilnya) di bumi nusantara khusunya dan dunia pada
umumnya. Gajah Mada sangat yakin bahwa pada saatnya nanti Majapahit
(Nusantara) akan bisa melahirkan salah satu Figur Ratu Adil. Keyakinan tersebut tumbuh karena dilihat dari agrarisnya
wilayah, sejarah nasab bangsa, serta pembuktian-pembuktian alam mistiknya (Ghaib) yang ada di nusantara
dan telah diakui dunia di antaranya: Candi
Borobudur dan Candi Prambanan.
Tujuan mulia Gajah Mada belum terwujud, sirnalah harapannya seketika, karena
sang raja yang dibesarkan dan diagungkannya mangkat (meninggal dunia). Sebagai negarawan yang gigih Sang Patih tetap masih mempertahankan
tujuannya, beliau tetap setia kepada negara dan rakyatnya, juga sekaligus
keturunan rajanya. Sang Patih tidak pernah terlintas keinginan, untuk
merebut tahta kerajaan. Tetapi Sang Patih tetap sadar keadaan serta menyadari
akan kodrat hidupnya yaitu: Sebagai Satria Pinandita (Satriya yang Berjiwa Pandita), Dalam
langkah-langkah ketata negaraannya Gajah
Mada tetap berpijak pada yang semestinya demi teguhnya pendirian untuk
terwujudnya Figur RATU ADIL di nusantara.
Sebagai bentuk pemberian suri tauladan atau Kaca Benggala terhadap rakyat, bangsa dan negaranya, beliau tetap
mengabdi kepada Raja-raja Majapahit yang berikutnya hingga raja Majapahit
terakhir.
Kodrat alam
dalam tata kehidupan manusia jelas-jelas tidak bisa dirobah, makin hari
manusia makin tua, makin tua dan makin lemah fisiknya. Kerajaan Majapahitpun runtuh,
satu demi satu wilayahnya memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit. Pada masa
pemerintahan Raja Brawijaya terakhir, karena tuanya usia, Gajah Mada hanya bisa
sebagai sesepuh kerajaan saja. Semenjak itulah Gajah Mada Silih Asmo (ganti
nama ) SABDA PALON yang mempunyai
arti: Sabda = Ucapan, Palon = Panutan.
Pada masa agama Islam
masuk ke Majapahit, beliau merasa bingung dengan paham agama yang dianutnya
yaitu: BUDHA, Apalagi Putra Brawijaya yang terakhir yaitu: Raden Patah sebagai Pangeran
(Putra Mahkota/Calon pengganti raja) sudah masuk Islam. Disaat itulah Sabda
Palon (Gajah Mada) sudah tidak berdaya lagi. Di samping fisiknya sudah lemah,
beliau juga tidak mau berontak atau bentrok dengan keturunan gustinya (Rajanya). Sejak saat itulah kerajaan
Majapahit resmi keruntuhannya, tahta kerajaan diserahkan kepada Raden Patah. Ibu kota kerajan di
pindah ke Demak, nama kerajaanpun diganti DEMAK BINTARA (kerajaan Islam pertama di Jawa).
Bagaimana nasib Raja Brahwijaya terakhir, Sabda
Palon dan segenap pengikut setianya? Karena mempertahankan pendirian
maka mereka merasa tersisih. Dalam suasana yang sungguh penuh keharuan, mereka
mengambil keputusan, untuk melakukan perjalanan pendekatan diri kepada Tuhan
Sang Pencipta Alam. Sungguh dengan berat hati mereka berpisah untuk mencari
tempat yang sepi dan cocok, demi heningnya indra dalam mendekatkan kepada
Tuhannya. Raja Brahwijaya ke Gunung Lawu, sebagian pengikutnya ke Pulau Bali dan Gunung Tengger (Bromo).
Sesuai dengan realita, hingga sekarang di Pulau Bali mayoritas masyarakat
beragama HINDU DAN BUDHA, sedangkan
di gunung Tengger adalah Bercokol
sekelompok suku SAMIN.
Terurai di bawah ini, adalah penjelasan pengakuan
sahadat sebagai penyelamat seluruh kehidupan perjalanan Ki Sabda Palon (patih Gajah Mada),
dalam menentukan tempat pertapaannya (Pendekatan Kepada Tuhan-Nya).
Dalam hal ini sungguh sangat terkait peran mitosnya, antara Mitos Gunung
Srandil dan Mitos Gunung Selok. Dua
dalam satu mitos inilah yang sungguh dan sesungguhnya tidak akan pernah bisa
terpisahkan. Mengapa? Karena Sabda Palon adalah sosok hidup yang tidak mau
lepas atau menyimpang apalagi ingkar dari pijakan nasab dan adab hidup, yang
telah dikodratkan sebagai Pamong Wisnu
di Nusantara. Berdasar pada itu, maka dicarilah dimana tempat wisnu berada. Hingga ketemulah di Gunung Selok. Demi terselesainya tugas-tugas hidup setiap manusia,
ada sebuah kalimat jawa, yang menurut yang meyakini adalah suatu wasiat hidup
dari Sabda Palon yaitu : Wong Urip Mono kudu Tansah Eling Mring Purwa
Duksina. Yang artinya: Orang hidup itu harus selalu ingat kepada
awalan dan akhiran hidupnya, yang maknanya: Dulu kita tidak ada, sekarang kita jadi ada dan kelak pasti akan sirna,
Kemana? Jawabannya ada pada diri masing-masing, yang bersumber kepada rasa hayati.
Penulis sedikit bersumber kepada pustaka Cerita
Mahabharata Paramayuga. Dalam Cerita
Mahabharata Paramayuga, diceritakan Sabda Palon (Kaki semar), dikodratkan
sebagai Pamong Wisnu (Para
Kesatria), atau para pemimpin bangsa
di Pulau Dawa (Pulau Jawa).
Diceritakan pula dalam Cerita Mahabharata
tersebut, Kaki Semar diturunkan dari kahyangan Ondar Andir Bawana (Petung Liung) sebagai Pamong Wisnu keturunan
Junggring Saloka ( Junggring Seloka ) hingga akhir jaman.
Maka Sabda Palon menentukan tempat bertapanya berada di sebelah timur Junggring
Seloka yang sekarang lebih dikenal dengan Gunung
Srandil. Terbukti di sebelah barat Gunung Srandil ada petilasan Sang Hyang Wisnu, tepatnya di Padepokan
Jambe Pitu (Ampel Gading).
Sabda Palon sebelum bertapa bersumpah, yang sampai
sekarang dikenal oleh masyarakat dengan Nama Sumpah Palapa. Sumpah
Palapa adalah sumpah kebesaran Kaki
Sabda Palon (Gajah Mada), yang mengandung makna sangat dalam. Sumpah
tersebut diambil dari Huruf Jawa yang Kesebelas, Kesepuluh dan Kesebelas pula.
Dalam buku ini penulis tidak akan menguraikan secara maksimal tentang sumpah
palapa, yang jelas Sumpah Palapa kepanjangannya adalah:
PA :
Patokan (Pedoman)
LA :
Lakuning (Perjalanan Berjalan Menuju Ketenangan)
PA :
Pangeran (Tuhan/Pengayoman)
yang apabila dirangkaikan kepanjangan di atas, akan
bermaksud: Pedoman pelajaran belajar tenang menuju ke pengayoman Tuhan.
Setelah mengetahui sumpah tersebut, apabila kita mau
mengindahkan dan mengamalkan, penulis yakin akan pulih dan lebih meningkatnya
kesadaran terhadap nasib dan adab bangsa masing-masing. Dengan demikian
teraihlah dambaan masyarakat sedunia yaitu Perdamaian
Dunia. Betapa damainya dunia, apabila perdamainan dunia terwujudkan. Itulah
tanggungan kita yang dicipta paling
mulia oleh Tuhan, agar memuliakan alam. Mari kita gunakan jeratan tali asih antar sesama dan
antar bangsa. Hubungan tali asih adalah jalan jembatan emasnya. Menitilah
dengan penuh keberhati-hatian. Peganglah
tongkat rasa dan perasaan. Telitilah kembali pola-pola pijakan dan
kebijakan yang mengarah ke kebajikan, dimana kebajikan adalah satu-satunya sarana kemuliaan.
Kembali kepada pokok materi mitos Gunung Srandil,
jelaslah bahwa di Gunung Srandil tempat bersemayamnya Sang Pamong Nusantara dan
bercokolnya Sumpah Palapa. Memperkuat persyaratan ini, adalah kenyataan
bahwa sejak berdirinya NKRI,
siapapun pemimpin (di Nusantara) bila tidak melakukan penghayatan ke Srandil
biasanya tidak lama dan banyak mara bahayanya.
Ketabahan dan keteguhan Sang Pamong Nusantara yang
hidup hanya sebagai Kawula (pengabdi/rakyat kecil) adalah cambuk suri tauladan dan sekaligus kaca benggala bagi setiap kita,
dalam kehidupan antara sesama, antar bangsa dan antar negara. Mengapa? karena
setidaknya akan terkupaslah beberapa makna hidup diantaranya: Hidup adalah kesadaran, maka dari itu
harus tetap sadar dan menyadari serta mau melaksanakan garis kodrat atau suratan
tangan dengan senang dan tenang. Hidup bukan masalah maka hindarilah
permasalahan dengan cara tidak menyalah-nyalahkan (mencela), ketahuilah bahwa
hidup sesungguhnya bukan urusan dipimpin bukan jelek atau bagus, bukan kaya
atau miskin tapi hidup adalah menyelesaikan tugas sebagai makhluk mulia, sesuai suratan
tangannya dengan jalan darma.
Banyak sekali siratan sinar damai pada sosok Sang
Pamong Nusantara, hanya sebagian penulis mengungkapkannya. Pendiriannya yang
teguh untuk mewujudkan Figur Ratu Adil
bukan katanya. Terbukti dengan ditempuhnya laku tapa brata yang takaranya bukan hari, bulan atau tahun, akan tetapi
takaran zaman. Mengapa bisa takaran zaman? karena Sang Pamong Nusantara bukan
manusia biasa, tetapi Pangejo Wantahan (titisan) dari Sang Hyang Ismoyo atau Kaki
Semar (Sang Hyang Sejati).
Sebelum bertapa Sabda Palon bersabda: Ketahuilah wahai
rakyat nusantara, pada saatnya nanti setelah saya bertapa selama 78 (tujuh
puluh delapan) alip/ tujuh puluh delapan windu (78 x 8 th)
atau setelah lima zaman, maka di Nusantara khususnya tanah Jawa akan muncul figur Ratu Adil. Di situlah tiba saatnya Jawa Bali Madep Sawiji (kembalinya
tradisi nusantara sejati). Selain itu tiba saatnya pula nusantara menjadi Kiblating Jagad Pancering bawana (tempat
suri tauladan bangsa-bangsa di muka bumi) keadaan rakyat (manusia dan alam
rayanya berikut mahluk-makhluk lainnya) sedunia akan hangidung agung keadilan lan kemakmuran ( bernyanyi besar/ sorak
soray atas kesejahteraan dan kemakmurannya), karena telah terjabar pengakuan
rasa hidup yang merata atas keadilan Tuhannya, yang kaya tidak menganggap yang
miskin pasti sengsara, karena dunia telah diselimuti tali asih sesamanya,
semoga semua ini bukan hanya sekedar mitos, tetapi kenyataan adanya di Gunung
Srandil Sang Pamong Nusantara berada,
yang oleh para ritualis dikenal dengan nama Kaki Tunggul Sabda Jati Daya Among Raga.
Sumber: Buku Srandil & Selok Karya Sidik Purnama Negara
boss... dapat buku gunung srandil dan selok di mana ya...? anda beli dimana...? saya cari-cari tidak menemukan... bahkan di Gramedia saja tidak menemukan... bisa bantu boss dimana anda beli buku itu? nama toko dan alamat tokonya juga tidak apa-apa. terima kasih.
ReplyDeletesama bos,, saya juga pengn dapet buku gunung srandil dan selok, kalo boleh minta alamat tokonya dong. saya mau beli jg. trimakasih.
ReplyDeleteini email saya : matsumotoangga@gmail.com