PERTAPAN JAMBE LIMA GUNUNG SELOK
![]() |
Gapura menuju Jambe Lima (dibangun oleh padepokan Sang Hyang Jati) |
Jambe Lima adalah tempat spiritual yang ada di Gunung Selok paling
atas dengan ketinggian kurang lebih 140 meter dari permukaan laut. Pertapan
Jambe Lima berada di atas gunung dan di tengah hutan yang rimbun. Akses menuju tempat
ini tidaklah sulit, cukup mengikuti jalan yang menuju Gunung Selok atas hingga
nanti ada petunjuk jalan ke arah kanan untuk menuju Lima. Di dekat Jambe Lima,
terdapat Wihara yang telah didirikan kurang lebih 15 tahun yang lalu, dengan
nama Padepokan Agung Sang Hyang Jati.
Setiap malam jumat kliwon, di pertapan Jambe Lima banyak
dikunjungi oleh ritualis, bahkan beberapa diantaranya berasal dari luar
kabupaten Cilacap. Siapa pun dapat berkunjung ke tempat ini.
Pertapan Jambe Lima ini juga disebut pertapan Cemara Seta/ Cemara
Putih. Dahulu, tempat ini ditemukan berseiringan dengan didirikannya Kabupaten
Cilacap. Orang yang pertama kali menemukan adalah Eyang Mara Diwangsa, atas
dasar petunjuk yang beliau dapatkan ketika bersemedi di Gunung Srandil.
Dalam petunjuknya itu, beliau supaya merawat dan menempat di
Gunung Selok bagian atas, karena pada suatu saat tempat tersebut akan
kedatangan seorang yang hendak bersemedi. Dan, orang tersebut adalah orang yang
akan memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.
![]() |
Petilasan Eyang Cokrowongso di Dalam Jambe 5 |
Dengan kesungguhan dalam melaksanakan petunjuk tersebut, Eyang
Mara Diwangsa juga sempat melakukan semedi dan mendapat keterangan adanya lima
titik ritual yang ada di situ. Sebagai simbol tempat ritual itu, Eyang tersebut
menanam pohon Jambe (pinang).
Kelima tempat ritual tersebut sesungguhnya adalah petilasan yang
termasuk dalam jaman kadewatan. Ketiga diantaranya adalah anak Kaki Semar,
yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong/ Bawor, dan yang dua adalah sesepuh Pandhawa
(Resi Bima & Eyang Abiyasa).
Eyang Mara Diwangsa melaksanakan petunjuknya di Jambe Lima hingga
akhir hayatnya. Beliau juga termasuk orang yang mengawali adanya Desa
Karangbenda, sebuah desa dimana Gunung Selok berada. Bahkan, menurut beberapa
orang, hampir separo warga Karangbenda adalah keturunannya.
Banyak versi yang mengartikan nama Jambe Lima itu. Versi yang
mudah diingat oleh masyarakat awam adalah perjalanan lurus dalam setiap waktu
(hari). Karena, pohon jambe itu melambangkan sebuah pohon yang lurus, sedangkan
lima itu adalah jumlah hari pasaran dalam Jawa, yaitu Manis, Pahing, Pon, Wage,
dan Kliwon.
Namun, bila kita telaah lebih dalam, kata jambe sesungguhnya
berasal dari kata jumbuh, yang memiliki arti selaras/ tepat. Sedangkan lima itu
merupakan jumlah dari panca indera pada tubuh manusia. Maknanya, dalam
menuntaskan kewajiban hidup kita di bumi ini, semestinya kita bisa menggunakan
kelima indera itu dengan selaras sesuai nurani kita.
Lidah yang biasa kita gunakan untuk merasakan asam, manis, pahit,
dan asin, kita gunakan pula untuk berbicara yang selaras dengan rasa-perasaan
manusia. Selain itu, kita pun harus menerima kenyataan dan ketetapan hidup
bahwa dalam hidup ini, kita harus mau merasakan segalanya.
Mungkin banyak diantara kita yang enggan merasakan makanan yang
pahit, akan tetapi sewaktu-waktu tanpa sengaja kita makan sesuatu yang pahit.
Dengan kata lain, manisnya angan-angan dan keinginan, belum tentu sesuai dengan
kenyataan. Namun, kenyataan akan sesuai dengan keinginan, jika didasari niat
dan tekad yang kuat, serta selarasnya tutur kata dengan nurani kita, yang
sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan banyak orang agar tidak menjadi
halangan.
Mata yang biasa kita gunakan untuk melihat benda atau segala
sesuatu yang berwujud di alam raya ini, kita selaraskan pula untuk melihat tingkah
laku kita. Jangan sampai hitam dan putihnya bola mata hanya menjadi media untuk
menyenangkan keinginan saja.
Hidung yang biasa kita gunakan sebagai salah satu bagian
pernafasan dan juga sebagai media untuk menghembus (mencium) aroma-aroma yang
ada, kita gunakan pula untuk mencium aroma yang kita tebarkan atas perbuatan
kita. Maksudnya, jangan sampai hidung ini hanya dianggap penting pada tata
lahir manusia saja.
![]() |
Arah menuju Jambe Lima |
Kulit yang berfungsi melindungi segenap susunan syaraf, pembuluh,
otot, darah, daging, sampai dengan organ yang lainnya, biasa kita gunakan untuk
meraba dan menyentuh permukaan benda, dan sebisa mungkin biasakan pula untuk
menjaga tingkah laku kita dan menyentuh kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan hidup orang banyak.
Sedangkan telinga yang biasa kita gunakan untuk mendengar
suara-suara di sekeliling kita, kita selaraskan pula untuk mendengarkan suara
hati kita. Bagaimana pun juga, banyak orang di dunia ini yang belum mampu
mendengarkan suara hatinya.
Dalam hal ini, selarasnya nurani dengan panca indera, akan
menghasilkan keselarasan hidup lahir batin yang kuat.
Bersihnya jiwa diperlukan agar setiap organ tubuh kita dapat
bergerak selaras sesuai nurani. Dengan selarasnya organ tubuh, khususnya panca
indra, niscaya akan memudahkan kita dalam mencapai ketenangan batin. Karena,
kelima indera tersebut juga semestinya bisa menyatu dengan hati, dengan nurani
kita. Agar tidak menjadi indera yang digunakan sebagai jalan masuknya
sifat-sifat nafsu yang dapat mengotori hati dan jiwa manusia.
Anda ingin ritual di Jambe Lima? Inilah lokasinya di peta google: https://www.google.co.id/maps/place/Pertapaan+Jambe+Lima/@-7.685523,109.1687279,17z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!1s0x2e656ab39ccce91d:0x89f151e309a6c89e!8m2!3d-7.6855283!4d109.1709166
Anda ingin ritual di Jambe Lima? Inilah lokasinya di peta google: https://www.google.co.id/maps/place/Pertapaan+Jambe+Lima/@-7.685523,109.1687279,17z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!1s0x2e656ab39ccce91d:0x89f151e309a6c89e!8m2!3d-7.6855283!4d109.1709166
Comments
Post a Comment